Sabtu, 26 Februari 2011

ASKEP STROKE NON HEMORAGIK

A.    Pengertian
Stroke adalah Kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. ( Suzanne C. Smeltzer, 2001: hal 2131 ).

Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intracerebral yang berkaitan dengan vascular insufficiency, thrombosis, emboli atau perdarahan. (Wahyu Widagdo, 2008: hal 87).

Stroke adalah Penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan dan yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian, akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non perdarahan. (Iskandar Junaidi, 2004: hal 4).

Stroke non Hemoragic adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak yang terjadi akibat oklusi aliran darah karena thrombus dan embolus.(Elizabeth Corwin, 2001: hal 181).

B.     Etiologi
Stroke Non Haemoragik disebabkan karena Trombus dan Emboli. Adanya trombus sering dikaitkan dengan aterosklerosis. Sedangkan emboli biasanya sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak seperti trombus jantung karena kerusakan katup pada penyakit jantung rematik, Infark miokardial, fibrilasi arteri  atau endokarditis yang menyebabkan bekuan pada endokardium. Faktor resiko dari stroke non haemoragic adalah Obesitas, Kolesterol tinggi, Merokok,  Penyakit Jantung, Hipertensi dan Diabetes Mellitus. (Wahyu Widagdo, 2008: hal 88).



C.    Patofisiologi
Dalam menyusun patofisiologi, penulis mengambil dari beberapa sumber. Yaitu: (Kathryn L, 1994), (Price, Sylvia,2005), (Carolyn Hudak, 1996)

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 55 ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400 ml (2 % dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran darah ke otak pada orang dewasa adalah + 800 ml/menit. Dalam melaksanakan fungsinya, otak sangat tergantung terhadap oksigen. Otak mempergunakan 20 % dari oksigen tubuh.  Selain oksigen, otak juga membutuhkan glukosa sebagai sumber energi. Dimana energi dibutuhkan oleh serabut-serabut syaraf untuk menjalankan fungsi-fungsi otak.

Secara umum, patofisiologi stroke non hemoragik meliputi dua proses yang terkait, yaitu : Perubahan fisiologi pada aliran darah otak dan perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik. Pada Stroke Non Hemoragik, sumbatan disebabkan karena adanya trombus atau emboli. Terbentuknya trombus karena adanya aterosklerosis yang berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah, atau juga karena arteriosklerosis yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah atau mengecilnya pembuluh darah. Faktor pemicu timbulnya plak aterosklerosis yaitu dapat disebabkan karena gangguan metabolisme glukosa pada pasien Diabetes Mellitus atau kadar kolesterol dalam darah yang tinggi sehingga menyebabkan endapan pada dinding pembuluh darah.

Apabila aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, akan terjadi hypoxia atau anoksia. Hipoxia pertama kali akan menimbulkan iskemia. Mekanisme dasar dari kerusakan ini dimulai dengan adanya defisiensi energy  akibat iskemi. Defisiensi energi (oksigen dan glukosa) akan mengganggu metabolisme oksidatif sehingga memicu timbulnya metabolisme anaerob dengan hasil akhir penimbunan asam laktat. Peningkatan asam laktat akan menurunkan pH darah sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa (Acidosis metabolik). Defisiensi energi juga dapat menyebabkan kegagalan pompa ion, akibatnya, terjadi depolarisasi membran sel syaraf. Dimana akan terjadi pertukaran ion, natrium, kalsium dan magnesium masuk ke dalam sel, sedangkan kalium akan meningkat di ruang ekstrasel. Depolarisasi juga menyebabkan  penimbunan clorida di dalam sel, pembengkakan sel dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat yang mempercepat kematian sel. Kematian sel menyebabkan inflamasi yang juga merusak sel di tepi area iskemik.  Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari ”ischemic core” (inti iskemik) dan ”penumbra” (terletak di sekeliling ischemic core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat dari kegagalan energi yang merusak dinding sel beserta isinya sehingga sel akan mengalami lisis (sitolisis). Sedangkan di daerah sekelilingnya, dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-selnya belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai daerah ”penumbra iskemik”. Bila proses tersebut berlangsung terus menerus, maka sel tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel yang secara akut timbul melalui proses apoptosis.

Gejala klinis ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral). Gejala dapat terjadi kebutaan satu mata akibat insufisiensi arteri retinalis. Apabila penyumbatan terjadi pada arteri serebri media, muncul hemiparesis atau monoparesis kontralateral, kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral, disfasia, afasia global atau gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi.Apabila arteri serebri anterior yang tersumbat, gejala berupa kelumpuhan kontralateral (lebih besar pada tungkai, lengan proksimal, defisit sensorik  kontralateral, demensia, gerakan menggenggam. Sedangkan sumbatan pada arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus), gejala berupa koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau buta kata (aleksia), hemianopsia. Apabila sumbatan pada sistem vertebro basiler (sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral). Gejala yang muncul berupa kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas, meningkatnya reflek tendon, tanda babinski bilateral, gejala-gejala serebellum seperti tremor, vertigo, ataksia, disfagia, disartria, sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi, gangguan penglihatan, tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut atau lidah. Gejala-gejala tertentu bersifat khas, untuk gangguan sirkulasi di bagian anterior, gejala berupa kebutaan satu mata yang transien dan afasia. Sedangkan gejala khas gangguan sirkulasi di bagian posterior adalah diplopia (penglihatan ganda), hemianopsia homonim (gangguan lapang pandang), ataksia, vertigo dan kelumpuhan syaraf kranialis.

Komplikasi  stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan meluasnya area cedera. Penurunan curah jantung akibat hipertensi maupun hipotensi yang berlangsung lama pada pasien stroke menyebabkan penurunan aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. Penurunan aliran darah serebral mengakibatkan oksigenisasi darah ke otak tidak adekuat, apabila tidak segera diatasi dapat menyebabkan timbulnya hipoksia serebral.

D.    Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan medis pada pasien SNH, menurut Wahyu Widagdo (2008), dan Marylinn Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
1.                  Farmakoterapi
a.       Anti Koagulasi : dapat diberikan pada stroke non haemoragik selama 24 jam sejak serangan dan diberikan secara intravena.
b.      Anti Platelet : untuk mengurangi pelekatan platelet. Kontra indikasi pada stroke haemoragik.
c.       Bloker Kalsium : untuk mengobati vasospasme serebral, dengan merilekskan otot polos pembuluh darah.
d.      Anti Hipertensi : untuk menangani masalah hipertensi.
e.       Diuretik : untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
f.       Anti Konvulsan : untuk mencegah terjadinya kejang.
g.      Sedativa
2.                  Non farmakoterapi
a.       Tirah Baring (Bedrest)
b.      Ubah posisi setiap 2 jam , baringkan pasien dalam posisi terlentang selama 15-30 menit beberapa kali sehari.
c.       Pertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat, berikan oksigen bila perlu.
d.      Berikan latihan rentang gerak sendi 4-5 kali sehari untuk mempertahankan mobilitas dan mencegah kontraktur.
e.       Pembedahan
1)                  Karotid Endarterektomi untuk mengangkat plaque aterosklerosis.
2)      Superior temporal arteri-middle serebral arteri anastomosis melalui daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi.

E.     Pengkajian Keperawatan
Menurut Marillyn Doengoes(2000), Pengkajian Keperawatan pada pasien SNH meliputi :
1.                  Aktivitas/Istirahat
Gejala  : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi/paralisis (hemiplegia)
Tanda  : gangguan tonus otot (flaksid spastic), paralitik(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum.
2.                  Sirkulasi
Gejala  : Adanya penyakit jantung (Miokard Infark, Penyakit jantung rematik, gagal jantung kronis, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda  : Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme, disritmia, perubahan EKG, desiran pada arteri karotis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
3.                  Integritas ego       
Gejala  : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda  : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,  kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4.                  Eliminasi
Gejala  : Perubahan pola berkemih dan defekasi
Tanda  : Distensi kandung kemih berlebihan, bising usus negative (ilius paralitik).

5.                  Makanan/cairan
Gejala  : Kehilangan nafsu makan
Tanda  : mual, muntah selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi pada lidah (rasa kecap) pipi dan tenggorok, kesulitan menelan (disfagia)
6.                  Neurosensori
Gejala  : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV / Selama TIA), Sakit Kepala (pada perdarahan intraserebral atau subaraknoid), Kelemahan, kesemutan, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati, Gangguan penglihatan, penglihatan ganda(diplopia), Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kolateral (pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang  ipsilateral (pada sisi yang sama) pada wajah, Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Tanda  : Status mental/tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal haemoragis, gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang), gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memori) , Ekstremitas :Paralisis/ kelemahan kontralateral, genggaman tangan tidak sama, reflex tendon melemah secara kontralateral, Wajah : Paralisis ipsilateral, Afasia : gangguan / kehilangan fungsi bahasa. Afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), Afasia sensorik (kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna) Afasia global (gabungan dari keduanya), Kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran , stimulasi taktil (adnosia) seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tunuh yang terkena, gangguan persepsi, Apraksia : kehilangan kemampuan untuk menggunakan motorik, Reaksi dan ukuran pupil tidak sama, dilatasi dan tidak bereaksi pada ipsilateral
7.                  Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah dan ketegangan otot.
8.                  Pernapasan
Gejala  : merokok (faktor resiko)
Tanda  : Ketidakmampuan menelan/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernapasan sulit dan tidak teratur, suara nafas terdengar ronchi (aspirasi sekresi)
9.                  Keamanan
Tanda  ; motorik/sensoriki : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh(stroke kanan), hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan berespon terhadap panas, tidak sabar / kurang kesadaran diri (stroke kanan).
10.              Interaksi soaial
Tanda  : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11.              Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan Laboratorium : haematologi , fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, profil lipid, elektrolit darah.
b.      Elektrokardiografi : mengetahui adanya kelainan jantung.
c.       CT Scan Kepala : memperlihatkan adanya edema, hematoma, adanya iskemia dan infark.
d.      MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
e.       Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan/obstruksi arteri, adanya titik oklusi/rupture
f.       Pungsi Lumbal : menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis emboli serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid/perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
g.      Ultrasonografi Doppler ; mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis, aterosklerosis)
h.      EEG : Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
i.        Sinar X Tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna redoata pada thrombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid.
F.     Diagnosa Keperawatan
Dalam menyusun Diagnosa Keperawatan serta Perencanaan, penulis mengambil dari beberapa sumber yaitu : Maryllin Doengoes(2000) dan Wahyu Widagdo(2008).
  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah , gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
  2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran, paresis/plegia.
  3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan afasia, disathria, perubahan proses berpikir.
  4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, tranmisi, integrasi (trauma neurologis/deficit), stress psikologis penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh anxietas
  5.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot. 
  6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif.
  7.  Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/perceptual
  8. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan  pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi

2 komentar: