Sabtu, 26 Februari 2011

Sistem Sirkulasi Darah Janin

Sistem kardiovaskuler ialah sistem organ pertama yang berfungsi dalam perkembangan manusia. Pembentukan pembuluh darah dan sel darah dimulai pada minggu ketiga dan bertujuan menyuplai embrio dengan oksigen dan nutrient dari ibu. Pada akhir minggu ketiga, tabung jantung mulai berdenyut. Selama minggu keempat dan kelima, jantung berkembang menjadi organ empat serambi. Dan pada tahap akhir masa embrio, perkembangan jantung lengkap.

A.      Sirkulasi darah janin dalam kandungan
Sirkulasi darah janin selama dalam kandungan tidak sama dengan sirkulasi darah setelah lahir atau pada orang dewasa, karena paru-paru janin belum berkembang sehingga oksigen diambil melalui perantaraan plasenta. Sirkulasi janin berjalan paralel, artinya sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik berjalan sendiri-sendiri dan hubungan keduanya terjadi melalui pirau intra dan ekstrakardiak. Untuk memenuhi kebutuhan respirasi, nutrisi, dan ekskresi, janin memerlukan sirkulasi yang berbeda dengan sirkulasi ekstrauterin. Dalam  sirkulasi darah janin terdapat keistimewaan, yaitu oksigen dan zat makanan yang dibutuhkan janin diambil dari darah ibu melalui plasenta.  Plasenta merupakan jaringan dinding rahim dengan jonjot-jonjot yang mengandung banyak pembuluh darah, merupakan tempat pertukaran zat dimana zat yang diperlukan diambil dari darah ibu dan yang tidak berguna dikeluarkan. Plasenta terbentuk kira-kira pada minggu ke 8 kehamilan dan merupakan bagian konsepsi yang menempel pada endometrium uterus serta terikat kuat sampai bayi lahir. Fungsi plasenta antara lain : Menyediakan makanan untuk janin yang diambil dari darah ibu, bekerja sebagai paru-paru janin dengan menyediakan oksigen darah janin, menyingkirkan sisa pembakaran dari janin serta sebagai penghalang mikroorganisme penyebab penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh janin.

Ada tiga karakteristik khusus yang mendukung janin memperoleh oksigen cukup dari darah ibu : Pertama, hemoglobin janin membawa 20% sampai 30% oksigen lebih besar daripada hemoglobin ibu. Kedua, konsentrasi hemoglobin janin sekitar 50% lebih besar dari hemoglobin ibu. Ketiga, denyut jantung janin 120-160 denyut permenit, membuat curah jantung janin per unit berat badan lebih besar daripada curah jantung orang dewasa.

Sistem sirkulasi darah janin meliputi Vena umbilikalis, Duktus venosus arantii, Foramen Ovale, Duktus arteriosus botalli, dan Arteri Umbilikalis. Vena umbilikalis yaitu pembuluh darah yang membawa darah dari plasenta ke peredaran darah janin, darah yang dibawanya banyak mengandung nutrisi dan oksigen. Duktus venosus arantii, pembuluh darah yang menghubungkan vena umbilikalis dengan vena kafa inferior. Foramen Ovale yaitu suatu lubang antara atrium kanan dan kiri, lubang ini akan tertutup setelah janin lahir. Duktus arteriosus botalli yaitu pembuluh darah yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta. Sedangkan Arteri umbilikalis yaitu pembuluh darah yang membawa darah janin ke plasenta. Kedua arteri dan vena umbilikalis terbungkus dalam suatu saluran yang disebut duktus umbilikalis (tali pusat).

Darah yang kaya akan oksigen mengalir dari plasenta dengan cepat melalui vena umbilikalis ke dalam abdomen janin. Jumlah darah yang mengalir melalui tali pusat sekitar 125 ml/kg/bb/menit atau sekitar 500 ml/menit. Ketika vena umbilikalis mencapai hati, vena ini bercabang dua. Satu vena mengalirkan darah yang mengandung oksigen melalui hati. Sedangkan sebagian besar darah melalui duktus venosus arantii untuk menuju ke vena kafa inferior. Di vena kafa inferior, darah bercampur dengan darah yang tidak mengandung oksigen yang berasal dari bagian bawah tubuh janin (kaki dan abdomen) dan kemudian masuk ke dalam atrium kanan.  Keadaan paru yang kolaps mengakibatkan tekanan di separuh kanan jantung lebih tinggi daripada tekanan di separuh kiri jantung. Karena perbedaan tekanan tersebut, sebagian besar darah campuran yang kembali ke atrium kanan mengalir ke atrium kiri melalui foramen ovale. Di atrium kiri darah bercampur dengan sejumlah kecil darah yang tidak mengandung oksigen dari paru janin melalui vena pulmonalis. Darah ini kemudian mengalir ke ventrikel kiri dan dipompa keluar melalui aorta. Sisa darah (sebagian kecil darah) dari atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan yang memompa darah ke dalam arteri pulmonalis. Pada janin normal, ventrikel kanan memompakan 60% seluruh curah jantung, sisanya (40%) dipompa oleh ventrikel kiri. 15% darah dari ventrikel kanan yang dipompakan oleh arteri pulmonalis memasuki paru-paru, selebihnya melewati duktus arteriosus botalli menuju ke aorta. Darah dari aorta yang kaya akan oksigen akan menuju arteri yang menyuplai jantung, kepala, leher dan lengan. Pola yang mengalirkan oksigen dan nutrien berkadar tinggi ke kepala, leher dan lengan ini membantu perkembangan sefalokaudal embrio janin. Darah terdeoksigenisasi yang kembali dari kepala dan lengan akan kembali ke atrium kanan melalui vena kava superior. Sedangkan darah dengan kandungan oksigen yang rendah akan mengalir ke organ-organ tubuh yang lain sesuai dengan tahanan vaskular masing-masing.

Darah dari sel-sel tubuh yang  penuh dengan sisa-sisa pembakaran akan dialirkan ke plasenta melalui arteri umbilikalis untuk selanjutnya masuk ke dalam arteri iliaka interna. Di sini, darah membuang limbah dan karbondioksida sebagai ganti nutrien dan oksigen. Darah yang tertinggal di dalam arteri mengalir melalui abdomen dan tungkai janin dan pada akhirnya kembali ke jantung melalui vena kafa inferior.

Dapat disimpulkan bahwa pada masa embrional terbentuk gradien oksigen antara kepala dan batang tubuh, yang berkontribusi untuk kemajuan proses diferensiasi otak yang cepat namun perkembangan batang tubuh dan anggota gerak tertinggal. Pada satu sisi, keterlambatan pertumbuhan anggota gerak memudahkan pengeluaran janin melalui jalan lahir, sedangkan pada sisi lain pertumbuhan otak yang cepat memungkinkan perkembangan mekanisme refleks yang penting untuk kehidupan bayi setelah lahir.


B.       Perubahan sirkulasi setelah lahir
Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi karena putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik, dan paru yang mulai berkembang. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah : penurunan tahanan vaskular pulmonal, peningkatan tahanan vaskular sistemik, penutupan foramen ovale, penutupan duktus arteriosus, duktus venosus, vena umbilikalis dan arteri umbilikalis.

1.    Penurunan tahanan vaskuler paru dan peningkatan tahanan sistemik.

Penurunan tahanan vaskuler paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru-paru, peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar ketika bayi menangis untuk pertama kalinya. Penurunan tahanan arteri pulmonalis, menyebabkan aliran darah pulmonal meningkat sehingga paru-paru dapat berkembang. Penurunan tahanan arteri pulmonalis dipengaruhi oleh perubahan pada dinding arteriol paru. Lapisan medial arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis, dan pada usia 10-14 hari tahanan arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa. Sedangkan tekanan darah sistemik tidak segera meningkat dengan pernapasan pertama, biasanya terjadi secara berangsur-angsur, bahkan mungkin tekanan darah turun lebih dulu dalam 24 jam pertama.

2.    Penutupan Foramen Ovale

Setelah plasenta terlepas dari sirkulasi, aliran darah melalui vena kava inferior yang menuju ke kedua atrium menurun secara dramatis. Ketika pernapasan dimulai, aliran darah ke atrium kiri yang melalui jaringan pulmonal meningkat. Perubahan pola aliran yang menuju ke jantung ini mengubah hubungan antara tekanan atrium kiri dan kanan. Tekanan atrium kiri, yang pada janin dalam kandungan lebih rendah daripada atrium kanan, kini menjadi lebih tinggi, sehingga menyebabkan katup foramen ovale menutup. Walaupun penutupan fungsional foramen ovale terjadi pada kebanyakan bayi, penutupan secara anatomis tidak selalu sempurna, dan foramen tersebut dapat tetap ada untuk beberapa tahun, kadang-kadang sampai dewasa.

3.    Penutupan Duktus Arteriosus

Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir. Penutupan permanen terjadi pada usia 2-3 minggu. Duktus Arteriosus janin mengandung otot polos medialis yang dipertahankan dalam keadaan relaksasi oleh kerja  prostaglandin E2 sirkulasi. Setelah persalinan, plasenta yang merupakan sumber PGE2 diangkat dan terjadi peningkatan aliran darah pulmonal yang meningkatkan metabolisme seluruh PGE sirkulasi. Sebagai akibatnya, konsentrasi PGE2 dalam serum menurun dan tidak ada yang menghalangi  kontriksi duktus arteriosus. Di samping itu, Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) dan peningkatan substansi vasoaktif seperti bradikinin, katekolamin dan histamin juga menyebabkan konstriksi dari otot polos dari dinding pembuluh darah duktus arteriosus. Oksigen yang mencapai paru-paru pada waktu pernafasan pertama merangsang pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek kontraktil terhadap otot polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam darah arteri setelah terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah diatas 50 mmHg, dinding duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Pada keadaan hipoksia seperti sindrom gangguan pernafasan dan prematuritas, duktus arteriosus dapat tetap terbuka atau disebut Duktus Arteriosus Persisten.

4.    Penutupan duktus venosus, vena dan arteri umbilikalis.

Terputusnya hubungan peredaran darah ibu dan janin akibat dipotong dan diikatnya tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus venosus akan mengalami obliterasi, dengan demikian kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak tergantung lagi dari ibu. Melainkan oksigen akan dipenuhi oleh udara yang dihisap paru-paru, dan nutrisi akan diperoleh dari  makanan yang dicerna oleh sistem pencernaan bayi itu sendiri.






ASKEP STROKE NON HEMORAGIK

A.    Pengertian
Stroke adalah Kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. ( Suzanne C. Smeltzer, 2001: hal 2131 ).

Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intracerebral yang berkaitan dengan vascular insufficiency, thrombosis, emboli atau perdarahan. (Wahyu Widagdo, 2008: hal 87).

Stroke adalah Penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan dan yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian, akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non perdarahan. (Iskandar Junaidi, 2004: hal 4).

Stroke non Hemoragic adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak yang terjadi akibat oklusi aliran darah karena thrombus dan embolus.(Elizabeth Corwin, 2001: hal 181).

B.     Etiologi
Stroke Non Haemoragik disebabkan karena Trombus dan Emboli. Adanya trombus sering dikaitkan dengan aterosklerosis. Sedangkan emboli biasanya sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak seperti trombus jantung karena kerusakan katup pada penyakit jantung rematik, Infark miokardial, fibrilasi arteri  atau endokarditis yang menyebabkan bekuan pada endokardium. Faktor resiko dari stroke non haemoragic adalah Obesitas, Kolesterol tinggi, Merokok,  Penyakit Jantung, Hipertensi dan Diabetes Mellitus. (Wahyu Widagdo, 2008: hal 88).



C.    Patofisiologi
Dalam menyusun patofisiologi, penulis mengambil dari beberapa sumber. Yaitu: (Kathryn L, 1994), (Price, Sylvia,2005), (Carolyn Hudak, 1996)

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 55 ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400 ml (2 % dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran darah ke otak pada orang dewasa adalah + 800 ml/menit. Dalam melaksanakan fungsinya, otak sangat tergantung terhadap oksigen. Otak mempergunakan 20 % dari oksigen tubuh.  Selain oksigen, otak juga membutuhkan glukosa sebagai sumber energi. Dimana energi dibutuhkan oleh serabut-serabut syaraf untuk menjalankan fungsi-fungsi otak.

Secara umum, patofisiologi stroke non hemoragik meliputi dua proses yang terkait, yaitu : Perubahan fisiologi pada aliran darah otak dan perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik. Pada Stroke Non Hemoragik, sumbatan disebabkan karena adanya trombus atau emboli. Terbentuknya trombus karena adanya aterosklerosis yang berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah, atau juga karena arteriosklerosis yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah atau mengecilnya pembuluh darah. Faktor pemicu timbulnya plak aterosklerosis yaitu dapat disebabkan karena gangguan metabolisme glukosa pada pasien Diabetes Mellitus atau kadar kolesterol dalam darah yang tinggi sehingga menyebabkan endapan pada dinding pembuluh darah.

Apabila aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, akan terjadi hypoxia atau anoksia. Hipoxia pertama kali akan menimbulkan iskemia. Mekanisme dasar dari kerusakan ini dimulai dengan adanya defisiensi energy  akibat iskemi. Defisiensi energi (oksigen dan glukosa) akan mengganggu metabolisme oksidatif sehingga memicu timbulnya metabolisme anaerob dengan hasil akhir penimbunan asam laktat. Peningkatan asam laktat akan menurunkan pH darah sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa (Acidosis metabolik). Defisiensi energi juga dapat menyebabkan kegagalan pompa ion, akibatnya, terjadi depolarisasi membran sel syaraf. Dimana akan terjadi pertukaran ion, natrium, kalsium dan magnesium masuk ke dalam sel, sedangkan kalium akan meningkat di ruang ekstrasel. Depolarisasi juga menyebabkan  penimbunan clorida di dalam sel, pembengkakan sel dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat yang mempercepat kematian sel. Kematian sel menyebabkan inflamasi yang juga merusak sel di tepi area iskemik.  Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari ”ischemic core” (inti iskemik) dan ”penumbra” (terletak di sekeliling ischemic core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat dari kegagalan energi yang merusak dinding sel beserta isinya sehingga sel akan mengalami lisis (sitolisis). Sedangkan di daerah sekelilingnya, dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-selnya belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai daerah ”penumbra iskemik”. Bila proses tersebut berlangsung terus menerus, maka sel tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel yang secara akut timbul melalui proses apoptosis.

Gejala klinis ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral). Gejala dapat terjadi kebutaan satu mata akibat insufisiensi arteri retinalis. Apabila penyumbatan terjadi pada arteri serebri media, muncul hemiparesis atau monoparesis kontralateral, kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral, disfasia, afasia global atau gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi.Apabila arteri serebri anterior yang tersumbat, gejala berupa kelumpuhan kontralateral (lebih besar pada tungkai, lengan proksimal, defisit sensorik  kontralateral, demensia, gerakan menggenggam. Sedangkan sumbatan pada arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus), gejala berupa koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau buta kata (aleksia), hemianopsia. Apabila sumbatan pada sistem vertebro basiler (sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral). Gejala yang muncul berupa kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas, meningkatnya reflek tendon, tanda babinski bilateral, gejala-gejala serebellum seperti tremor, vertigo, ataksia, disfagia, disartria, sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi, gangguan penglihatan, tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut atau lidah. Gejala-gejala tertentu bersifat khas, untuk gangguan sirkulasi di bagian anterior, gejala berupa kebutaan satu mata yang transien dan afasia. Sedangkan gejala khas gangguan sirkulasi di bagian posterior adalah diplopia (penglihatan ganda), hemianopsia homonim (gangguan lapang pandang), ataksia, vertigo dan kelumpuhan syaraf kranialis.

Komplikasi  stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan meluasnya area cedera. Penurunan curah jantung akibat hipertensi maupun hipotensi yang berlangsung lama pada pasien stroke menyebabkan penurunan aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. Penurunan aliran darah serebral mengakibatkan oksigenisasi darah ke otak tidak adekuat, apabila tidak segera diatasi dapat menyebabkan timbulnya hipoksia serebral.

D.    Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan medis pada pasien SNH, menurut Wahyu Widagdo (2008), dan Marylinn Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
1.                  Farmakoterapi
a.       Anti Koagulasi : dapat diberikan pada stroke non haemoragik selama 24 jam sejak serangan dan diberikan secara intravena.
b.      Anti Platelet : untuk mengurangi pelekatan platelet. Kontra indikasi pada stroke haemoragik.
c.       Bloker Kalsium : untuk mengobati vasospasme serebral, dengan merilekskan otot polos pembuluh darah.
d.      Anti Hipertensi : untuk menangani masalah hipertensi.
e.       Diuretik : untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
f.       Anti Konvulsan : untuk mencegah terjadinya kejang.
g.      Sedativa
2.                  Non farmakoterapi
a.       Tirah Baring (Bedrest)
b.      Ubah posisi setiap 2 jam , baringkan pasien dalam posisi terlentang selama 15-30 menit beberapa kali sehari.
c.       Pertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat, berikan oksigen bila perlu.
d.      Berikan latihan rentang gerak sendi 4-5 kali sehari untuk mempertahankan mobilitas dan mencegah kontraktur.
e.       Pembedahan
1)                  Karotid Endarterektomi untuk mengangkat plaque aterosklerosis.
2)      Superior temporal arteri-middle serebral arteri anastomosis melalui daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi.

E.     Pengkajian Keperawatan
Menurut Marillyn Doengoes(2000), Pengkajian Keperawatan pada pasien SNH meliputi :
1.                  Aktivitas/Istirahat
Gejala  : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi/paralisis (hemiplegia)
Tanda  : gangguan tonus otot (flaksid spastic), paralitik(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum.
2.                  Sirkulasi
Gejala  : Adanya penyakit jantung (Miokard Infark, Penyakit jantung rematik, gagal jantung kronis, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda  : Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme, disritmia, perubahan EKG, desiran pada arteri karotis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
3.                  Integritas ego       
Gejala  : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda  : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,  kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4.                  Eliminasi
Gejala  : Perubahan pola berkemih dan defekasi
Tanda  : Distensi kandung kemih berlebihan, bising usus negative (ilius paralitik).

5.                  Makanan/cairan
Gejala  : Kehilangan nafsu makan
Tanda  : mual, muntah selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi pada lidah (rasa kecap) pipi dan tenggorok, kesulitan menelan (disfagia)
6.                  Neurosensori
Gejala  : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV / Selama TIA), Sakit Kepala (pada perdarahan intraserebral atau subaraknoid), Kelemahan, kesemutan, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati, Gangguan penglihatan, penglihatan ganda(diplopia), Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kolateral (pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang  ipsilateral (pada sisi yang sama) pada wajah, Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Tanda  : Status mental/tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal haemoragis, gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang), gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memori) , Ekstremitas :Paralisis/ kelemahan kontralateral, genggaman tangan tidak sama, reflex tendon melemah secara kontralateral, Wajah : Paralisis ipsilateral, Afasia : gangguan / kehilangan fungsi bahasa. Afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), Afasia sensorik (kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna) Afasia global (gabungan dari keduanya), Kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran , stimulasi taktil (adnosia) seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tunuh yang terkena, gangguan persepsi, Apraksia : kehilangan kemampuan untuk menggunakan motorik, Reaksi dan ukuran pupil tidak sama, dilatasi dan tidak bereaksi pada ipsilateral
7.                  Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah dan ketegangan otot.
8.                  Pernapasan
Gejala  : merokok (faktor resiko)
Tanda  : Ketidakmampuan menelan/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernapasan sulit dan tidak teratur, suara nafas terdengar ronchi (aspirasi sekresi)
9.                  Keamanan
Tanda  ; motorik/sensoriki : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh(stroke kanan), hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan berespon terhadap panas, tidak sabar / kurang kesadaran diri (stroke kanan).
10.              Interaksi soaial
Tanda  : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11.              Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan Laboratorium : haematologi , fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, profil lipid, elektrolit darah.
b.      Elektrokardiografi : mengetahui adanya kelainan jantung.
c.       CT Scan Kepala : memperlihatkan adanya edema, hematoma, adanya iskemia dan infark.
d.      MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
e.       Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan/obstruksi arteri, adanya titik oklusi/rupture
f.       Pungsi Lumbal : menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis emboli serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid/perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
g.      Ultrasonografi Doppler ; mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis, aterosklerosis)
h.      EEG : Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
i.        Sinar X Tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna redoata pada thrombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid.
F.     Diagnosa Keperawatan
Dalam menyusun Diagnosa Keperawatan serta Perencanaan, penulis mengambil dari beberapa sumber yaitu : Maryllin Doengoes(2000) dan Wahyu Widagdo(2008).
  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah , gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
  2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran, paresis/plegia.
  3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan afasia, disathria, perubahan proses berpikir.
  4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, tranmisi, integrasi (trauma neurologis/deficit), stress psikologis penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh anxietas
  5.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot. 
  6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif.
  7.  Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/perceptual
  8. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan  pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi